Warga Kecamatan Trawas sukses
membudidayakan ashitaba secara organik. Tanaman kaya antioksidan dari
Jepang itu diolah sebagai sediaan farmasi dengan berbagai khasiat.
Mardiansyah Triraharjo, Mojokerto
SEKILAS, ashitaba mirip seledri. Tanaman
herbal asal Negeri Sakura itu kini terhampar menghijau di lereng Gunung
Welirang. Kustari, 55, salah seorang petani Desa Ketapanrame, Kecamatan
Trawas, yang ikut membudidayakan tanaman ashitaba, menyatakan, ashitaba
disebut masyarakat dengan nama seledri Jepang. Maklum saja. Sebab, daun
ashitaba memang mirip sekali dengan sayuran seledri yang biasa
dikonsumsi warga.
"Tanaman ini dibawa ke Trawas oleh orang
Jepang pada tahun 2000 dan awalnya hanya untuk penelitian," ungkapnya
saat ditemui di lahan ashitaba.
Karena belum kenal dengan jenis tanaman
ini, warga Desa Ketapanrame enggan untuk menanamnya. "Namun, karena
orang Jepang itu bilang kalau ashitaba memiliki khasiat, warga akhirnya
mau untuk menanam," imbuhnya.
Kini hampir separo petani di desa
tersebut menanam ashitaba dengan memanfaatkan lereng Gunung Welirang
sebagai lahannya. "Petani ditawari orang Jepang untuk menanam ashitaba
di Trawas. Alasannya, orang Jepang suka dengan udara dan tanah di sini,
masih bersih dan belum terkontaminasi zat kimia apa pun," lanjut Pak
Kus, sapaan akrab Kustari di kalangan petani ashitaba.
Sepakat dengan tawaran tersebut,
ashitaba akhirnya mulai ditanam dalam jumlah banyak pada 2002. "Ashitaba
hasil panen kemudian dikirim ke pabrik obat di Ngoro dan produknya
kemudian dijual ke Jepang," tambahnya.
Melihat adanya peluang usaha yang
menjanjikan, petani akhirnya memperluas lahan untuk ditanami ashitaba.
Total, saat ini tanaman herbal yang diyakini bisa jadi obat mengatasi
kolesterol, osteoporosis, diabetes, bahkan Alzheimer, maupun kanker, itu
ditanam di lahan yang memiliki luas 30 hektare dengan jumlah petani
yang lebih dari 100 orang.
Untuk setengah hektare, dalam sekali
panen, petani mendapatkan penghasilan bersih sekitar Rp 500 ribu per
setengah hektare lahan. Daun ashitaba dijual dengan harga sekitar Rp
1.500 per kilogram. Akar ashitaba dijual dengan harga sekitar Rp 1.000
per kilogram. Paling mahal justru ada pada getah tanaman ini yang
harganya antara Rp 300 ribu hingga Rp 500 ribu per kilogram.
Ketika ditanya mengenai manfaat tanaman
bernama latin Angelica Keiskei Koidzumi tersebut, Anifah, 50, salah
seorang petani, mengatakan, "Ada banyak orang yang datang ke sini untuk
mendapatkan ashitaba. Terutama yang mempunyai penyakit darah tinggi."
Selain getah dan akar, daun ashitaba
juga bermanfaat. Hanya, menurut Anifah, ada cara khusus yang diterapkan
agar ashitaba bisa dikonsumsi sebagai obat hipertensi. (abi/JPNN)
0 Response to "Sledri Ashitaba ( Sledri Jepang ) Tumbuh Subur Di Trawas"
Posting Komentar