Image Tari Barong car Free Day Pasker Ketapanrame |
Legenda Desa Ketapanrame
Pada zaman dahulu, ketika tahun 1367, ada beberapa
penghulu/ hulubalang yang datang dari Kesultanan Mataram yang dimpimpin oleh
Mbah Suronggolo (Seorang Tumenggung) dan diberi tugas untuk menumpas Adipati
Kahuripan yang mbalelo (membangkang, tidak mau asok buluk bekti kepada
kesultanan Mataram).
Mbah Suronggolo berangkat dengan sahabat-sahabatnya,
yaitu :
1.
Mbah Tambak Boyo
2.
Mbah Ranu Boyo
3.
Mbah Singo Boyo
4.
Mbah Selo Boyo
5.
Mbah Ngabei Ronggo Warsito
6.
Mbah Teki-Teki Telik
Mereka semua adalah orang yang sakti.
Ketika tujuh orang itu masuk wilayah kahuripan
(sekarang Pasuruan) dan sampai di perbatasan sungai bangkok (perbatasan antara
Pandaan dan Pasuruan, yaitu dari selatan konang sampai kali Putih), mereka
disambut oleh prajurit Kahuripan. Mereke bertujuh dihujani tombak, panah,
pedang dan berbagai senjata tajam lainnya. Akhirnya Mbah Suronggolo dan
sahabat-sahabatnya mundur, mereka lari untuk menyelamatkan diri sehingga mereka
berpisah.
Mbah Tambah Boyo lari ke Lereng Gunung Welirang yang
akhirnya babad Desa Ketapanrame.
Mbah Ranu Boyo dan Mbah Singo Boyo lari ke sebelah
utara dan babad Desa Sumbersari, Kesiman dan Kemlagi.
Mbah Selo Boyo dan Mbah Ngabei Ronggo WARsito turun ke
Lereng Gunung Penanggungan dan babad Desa Duyung.
Mbah Teki-Teki Telik lari ke barat dan babad Desa
Belik.
Dan Mbah Suronggolo lari ke lereng gunung Penanggungan
sebelah barat daya.
2.)
Asal
Mula Ketapanrame
Setelah gagal menumpas Adipati Kahuripan yang
membangkang kepada Kasultanan Mataram, Mbah Tambak Boyo lari ke lereng Gunung
Welirang. Di sana
beliau menjumpai wilayah tersebut masih berupa hutan belantara yang penuh
dengan jin, syetan, dedemit dan sejenisnya.
Oleh karenanya beliaupun memulai untuk menebang
kayu-kayu tersebut supaya kelak bisa menjadi suatu tempat yang dihuni oleh
golongan manusia. Ketika beliau menebang kayu demi kayu, tiba-tiba
masing-masing kayu tersebut mengeluarkan darah dalam jumlah yang sangat banyak.
Alkisah, saat itu para jin, syetan, dedemit dan sejenisnya sama-sama menangis,
menjerit dan meratap karena rumah mereka dirusak.
Karena sangat banyaknya jin, syetan, dedemit dan
sejenisnya yang menghuni wilayah tersebut, akhirnya Mbah Tambak Boyo
seolah-olah merasa sudah tidak sanggup lagi untuk membabad hutan tersebut.
Beliaupun akhirnya memutuskan untuk bertapa dalam beberapa waktu di sebuah
tempat yang saat ini tempat tersebut dinamakan Punden Sendenan.
Selang beberapa waktu, setelah bertapa Mbah Tambak
Boyo kembali melanjutkan menebang hutan (babad). Beliau memulainya dari sebelah
Timur (sekarang Tapan Wetan). Di wilayah itulah yang pertama kali ditempati
oleh Mbah Tambah Boyo.
Di wilayah yang baru dibabat itu, Mbah Tambak Boyo
mendirikan sebuah padepokan yang mengajarkan ilmu kanuragan. Untuk kali
pertamanya, penduduk/ orang yang menempati wilayah tersebut hanya 27 orang.
Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, tempat itu semakin lama semakin ramai
karena banyaknya orang yang mencari ilmu/berguru ilmu kanuragan di Padepokan
Mbah Tambak Boyo.
Tempat itu akhirnya diberi nama Ketapanrame artinya
suatu tempat yang dulunya digunakan untuk bertapa tapi kini menjadi suatu
tempat yang sangat ramai karena banyak dikunjungi oleh orang dari berbagai
penjuru yang ingin menimba ilmu di wilayah tersebut.
Tentang
Mbah Tambah Boyo :
Ø Mbah
Tambak Boyo mempunyai 2 saudara yangbernama Mbah Ranu Boyo dan Mbah Eko Boyo.
Kedua saudaranya ini jugamerupakan orang yang babad desa di Kecamatan Trawas
Ø Mbah
Tambak Boyo mempunyai seorang gondal(pembantu) yang tingginya mencapai 4 M,
sehingga dia mendapat julukan MbahGemplang Serang (dimakamkan di Desa
Ketapanrame sebelah.
Ø Mbah
Tambak Boyo mempunyai karomah yangberupa ameng-ameng macan putih. Bila
ameng-ameng tersebut tidak dihormatioleh warga, maka dia akan memperlihatkan
dirinya kepada masyarakat, diajuga akan marah dan merusak nisan-nisan yang
ada di dekat makam Mbah TambakBoyo. Oleh karena itu, warga Desa Ketapanrame
selalu mengadakan selamatandesa tiap tahun pada hari Jum’at Legi.
|
3.) Tempat-Tempat
Legendaris
1. Gantungan : Ada
pendatang meninggal gantung diri saat pemerintahan Mbah Lurah Kusen Singamerta,
sehingga jenazah tersebut diurus oleh warga Desa Ketapanrame
2. Dlundung : Merupakan
tempat wisata yang berada di Desa Ketapanrame yang dulunya merupakan tempat
tujuan Matrus (serdadu Belanda Angkatan Laut).
3. Sendenan : Tempat
yang dulunya digunakan untuk bertapa dan tirakat oleh Mbah Tambak Boyo dan
segenap jajarannya.
4. Watu Lawang : Pintunya
padepokan, ilmu kanuragan yang dulu didirikan oleh Mbah Tambak Boyo. Konon
katanya tempat tersebut menjadi tempat jin dan sejenisnya, sehingga pada hari
Jum’at terdengar suara gaib yang berbunyi riiit.
5. Watu Gede : Simbol
yang digunakan untuk orang berhenti setelah naik dari kendaraan umum.
6. Dok bledek dan Dong Gilang : Imbalan
bagi lurah Desa Ketapanrame. Tempat ini berada di sebelah utara Nastain. Konon,
dulu adalah tempat meninggalnya dua pasangan yang tersambar petir.
4.) Asal
Mula Tekik dan Slepi
Pada zaman dahulu, tersebutlah seorang putra Ratu Blambangan
yang bernama Kebo Miwaha. Dia adalah manusia berkepala kerbau, dia mempunyai
tanduk besi kuning dengan panjang 1 depo ( 2 lengan ). Dia menginginkan Dewi
Sekartaji, Putri Ratu Kediri. Dia menyuruh dua, prajuritnya untuk melamar putri
tersebut. Di Keraton Kediri prajurit tersebut bertemu raja Kediri dan
menyampaikan surat lamaran dari Kebo Miwaha. Raja Kediri tersebut merasa
terkejut, beliau lalu mengiris telinga prajurit itu sebelah dan menggantinya
dengan surat balasan yang isinya menerima lamaran tersebut dengan syarat Kebo
Miwaha harus membuatkan jambangan (danau) di puncak gunung Kelud untuk tempat
pemandian Dewi Sekarsaji setelah pernikahan tadi.
Setelah sampai di Blambangan, prajurit tersebut menyerahkan
surat balasan tersebut keadap Kebo Miwaha. Awalnya Kebo Miwaha sangat marah
melihat prajuritnya diiris telinganya, tetapi dia sangat gembira karena
lamarannya diterima. Setelah itu Kebo Miwaha berangkat ke Kediri dengan membawa Mas Pecis Raja Brana
(Mas Sak Pengadek), dia menaiki gajah yang sangat besar bersama dengan
pengiringnya yang banyak. Di tengah jalan gajahnya tidak kuat karena kehausan.
Saat itu raja Kediri menyuruh dua prajuritnya untuk memantau dan jangan sampai
diketahui oleh orang lain. Alangkah terkejutnya prajurit tadi, ketika baru saja
mathuk (tiba) mereka konangan (ketahuan), akhirnya tempat tersebut diberi nama
Desa “Konang dan Patuk”. Prajurit tersebut kembali lagi ke Keraton dan
melaporkannya kepada Raja Kediri.
Pasukan Kebo Miwaha tersebut melanjutkan perjalanan
selanjutnya gajah tersebut kehausan lagi, dia kemudian mengasin (menjilat
tanah). Akhirnya tempat tersebut dinamakan Desa “Kasin”. Mereka melanjutkan
perjalanan ke Selatan, di jalan gajah tadi ngongsrong (terengah-engah),
akhirnya tempat tersebut dinamakan “Trongo”. Mereka melanjutkan ke Selatan, dan
di tengah jalan gajah tersebut mati sehingga tempat tersebut diberi nama dusun
“Tang Gajah” (sekarang disebut dengan Gajah Rejo/ Sumber Rejo). Mereka berjalan
lagi ke selatan dan memberi pesan / wekas-wekas
kepada pengiringnya yang masih ada, sehingga tempat tersebut di namakan
Desa “Sumber Wekas”.
Kebo Miwaha berjalan lagi ke barat, ketika hendak merokok
sluponya (tempat tembakau yang kromo inggilnya adalah Slepi). Terjatuh, karena
ramainya zaman, tempat tersebut dinamakan “Slepi”. Mereka berjalan lagi ke
barat, di tengah jalan putung rokoknya jatuh (dalam bahasa jawa putung rokok
dinamakan tegesan / tekik). Sehingga tempat tersebut dinamakan dusun Tekik /
Sukorame. Kemudian berjalan lagi menuju Kediri. Dia di barat daya gunung
Welirang, daerah Mbatu dia tirakat di Songgoriti. Batu memohon kepada Tuhan YME
bahwa beliau mau masuk ke kerajaan Kediri, beliau mendapat ilham langsung ke
Barat Daya di situ hujan abu, maka beliau berkata dengan sahabatnya (pengiring)
bahwa besok harus menjadikan daerah ini hujan
abu, disitu beliau menemui sang raja Kediri lalu sang raja berbicara
dengan Kebo Mawaha, kalau bisa membuat Jambangan (danau) di atas puncak gunung
Kelud dan jika sudah selesai maka Kebo Miwaha akan dijadikan menantu oleh Sang
Raja Kediri. Jika bisa menyelesaikan saat tengah malam. Putri Dewi Sekartaji
menyiapkan rencananya untuk menghasut prajurit-prajurit Kediri, agar nanti malam
semua prajurit harus siap siaga di pinggiran gunung Kelud untuk menunggu
komando di kepala perang prajurit Kediri dan waktu itu hari Jum’at Wage. Malam
Jum’at Wage, Kebo Miwaha nggurda (marah), lalu menggebang menyundangi tanah
dengan memakai tanduknya, besi kuning pamor kencang yang panjang satu depa.
Sekejap kawah yang dibuatnya sudah dalam, kemudian Kebo
Miwaha sudah hampir tidak kelihatan di dalam kawah tersebut, tapi belum
mendapatkan sumbernya, langsung Putri Kediri dan Panglimanya mengkomandokan
agar prajuritnya menyerutuk melempari batu ke dalam kawah dan menyeruntuk
melempari batu ke dalam kawah dan harus diratakan. Akhirnya Kebo Miwaha
tersenyum, dan berkata dalam hati kalau dirinya ditipu muslihat. Beliau juga
mengucap sumpah kepada orang Kediri bahwa beliau akan mengeluarkan batu melalui
kawah disini untuk membalas dendam kepada anak cucunya supaya mereka dapat
merasakan apa yang dirasakan Kebo Miwaha dan sampai sekarang Gunung Kelud
tersebut meletus tiap tahun.
0 Response to "Legenda Desa Ketapanrame Kec Trawas"
Posting Komentar