Trawas Lagi - Kali Beji adalah sebutan untuk sumber air yang terletak di Desa Tamiajeng Kec.Trawas , Konon ceitanya kenapa sumber ini di beri nama kali Beji , karena banyak batu Beji ( Batu yang biasa digunakan untuk Mengasah Pisau / Benda tajam Lainnya ) yang berada di sekitar sumber Air tersebut , Air tersebut memiliki banyak sekali mitos salah satunya adalah air dari sumber kali Beji ini mampu menyembuhkan berbagai penyakit, termasuk penyakit yang berhubungan dengan guna - guna . Suasana mistis begitu terasa saat berada di sekitar kali beji , salah satunya pohon beringin raksasa yang sudah ada Ratusan tahun lalu.
Sedikit Cerita Tentang Sumber
Beji Dikisahkan Raja Majapahit mengutus seorang tumenggung yang bernama Mbah Surodito untuk membuka hutan di lembah diantara 2 gunung welirang dan Penanggungan. Menariknya lokasi yang dipilih ini terbilang istimewa. Sebuah daratan yang relatif datar yang menghubungkan 2 lereng Gunung. Lokasi dengan kondisi seperti ini adalah satu-satunya yang ada diwilayah Kecamatan Trawas. Tidak heran bila berada di Tamiajeng hawanya lebih terasa hangat di banding dengan desa lainnya.
Mengapa wilayah ini yang ditunjuk dan dipilih menjadi sebuah perkampungan untuk tempat tinggal selir raja?
Di utara dusun Tamiajeng ini terdapat sebuah bukit, masyarakat menyebut dengan nama Gunung Bale. Sejak jaman kerajaan Kahuripan dengan rajanya yg terkenal Prabu Airlangga tempat ini sudah menjadi lokasi pusdiklat nya prajurit Kahuripan. Nah, di era Majapahit tempat ini berubah fungsi menjadi tempat peristirahatan para raja-raja Majapahit.
Di area sebelum masuk Gunung Bale ini ada sebuah putukan (lokasi agak tinggi) diberi nama Putuk samaran (sebagian orang Tamiajeng bilang Putuk Semarang) ini adalah tempat pos pemeriksaan para tamu yang akan berkunjung ke Raja.
Seakan ini menjawab pertanyaan kenapa wilayah Trawas ini menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi banyak orang dan bahkan ada 11 hotel dan ratusan pervilaan, karena memang sejak jaman kerajaan dahulu Trawas sudah menjadi jujugan favorit
Sehingga saya menduga bila wilayah Tamiajeng ini termasuk kali pertama yang di buka hutannya untuk dijadikan perkampungan. Termasuk tertua di banding dusun-dusun lain di kecamatan Trawas. Jangan di bandingkan dengan kawasan petirtaan Jolotundo itu memang lebih dahulu ada tapi bukan diperuntukkan bagi perkampungan. Dusun Biting Seloliman yang mengcover kawasan Jolotundo terbentuk di jaman kerajaan Mataram pasca Majapahit runtuh.
Sepeninggal Mbah Surodito, perkembangan dusun Taman Ayu ini dilanjutkan oleh seorang ulama yang bernama Ki Gede Padusan. Nama ini mungkin tidak asing di telinga kita.. ya beliau juga yang babat alas membangun sebuah desa di wilayah Kecamatan Pacet, sesuai nama beliau desa itu diberi nama Padusan.
Jalur yang di gunakan Ki Gede Padusan ini untuk menuju Taman Ayu melalui jalur kuno (Tamiajeng-kemloko-krapyak-padusan). Beliau membangun sebuah musholla di sekitar sumber Beji untuk mengajarkan agama Islam kepada masyarakat Taman Ayu dan sekitarnya.
Bangunan musholla Mbah Gede Padusan memang sudah tidak ada tapi batu2 andesit bekas bangunan nya masih tersisa di ada di sekitar sumber Beji ini.
Sedikit Cerita Tentang Sumber
Beji Dikisahkan Raja Majapahit mengutus seorang tumenggung yang bernama Mbah Surodito untuk membuka hutan di lembah diantara 2 gunung welirang dan Penanggungan. Menariknya lokasi yang dipilih ini terbilang istimewa. Sebuah daratan yang relatif datar yang menghubungkan 2 lereng Gunung. Lokasi dengan kondisi seperti ini adalah satu-satunya yang ada diwilayah Kecamatan Trawas. Tidak heran bila berada di Tamiajeng hawanya lebih terasa hangat di banding dengan desa lainnya.
Mengapa wilayah ini yang ditunjuk dan dipilih menjadi sebuah perkampungan untuk tempat tinggal selir raja?
Di utara dusun Tamiajeng ini terdapat sebuah bukit, masyarakat menyebut dengan nama Gunung Bale. Sejak jaman kerajaan Kahuripan dengan rajanya yg terkenal Prabu Airlangga tempat ini sudah menjadi lokasi pusdiklat nya prajurit Kahuripan. Nah, di era Majapahit tempat ini berubah fungsi menjadi tempat peristirahatan para raja-raja Majapahit.
Di area sebelum masuk Gunung Bale ini ada sebuah putukan (lokasi agak tinggi) diberi nama Putuk samaran (sebagian orang Tamiajeng bilang Putuk Semarang) ini adalah tempat pos pemeriksaan para tamu yang akan berkunjung ke Raja.
Seakan ini menjawab pertanyaan kenapa wilayah Trawas ini menjadi destinasi wisata yang ramai dikunjungi banyak orang dan bahkan ada 11 hotel dan ratusan pervilaan, karena memang sejak jaman kerajaan dahulu Trawas sudah menjadi jujugan favorit
Sehingga saya menduga bila wilayah Tamiajeng ini termasuk kali pertama yang di buka hutannya untuk dijadikan perkampungan. Termasuk tertua di banding dusun-dusun lain di kecamatan Trawas. Jangan di bandingkan dengan kawasan petirtaan Jolotundo itu memang lebih dahulu ada tapi bukan diperuntukkan bagi perkampungan. Dusun Biting Seloliman yang mengcover kawasan Jolotundo terbentuk di jaman kerajaan Mataram pasca Majapahit runtuh.
Sepeninggal Mbah Surodito, perkembangan dusun Taman Ayu ini dilanjutkan oleh seorang ulama yang bernama Ki Gede Padusan. Nama ini mungkin tidak asing di telinga kita.. ya beliau juga yang babat alas membangun sebuah desa di wilayah Kecamatan Pacet, sesuai nama beliau desa itu diberi nama Padusan.
Jalur yang di gunakan Ki Gede Padusan ini untuk menuju Taman Ayu melalui jalur kuno (Tamiajeng-kemloko-krapyak-padusan). Beliau membangun sebuah musholla di sekitar sumber Beji untuk mengajarkan agama Islam kepada masyarakat Taman Ayu dan sekitarnya.
Bangunan musholla Mbah Gede Padusan memang sudah tidak ada tapi batu2 andesit bekas bangunan nya masih tersisa di ada di sekitar sumber Beji ini.
0 Response to "Kali Beji ( Sumber Air ) Desa Tamiajeng Trawas "
Posting Komentar